Assalamu'alaikum wr.wb.
Umi, saya single parent, sudah hampir satu tahun. Sebelum meninggal, suami sakit agak lama, keluar masuk perawatan rumah sakit berkali-kali.
Saat ini, anak saya yang tua kelas 9, laki-laki, sedang yang kedua kelas 6, laki-laki juga.
Saya sedih, bingung, sering menangis merasakan bagaimana sikap anak pertama. Sering membantah, bersikap kasar, baik pada barang-barang maupun pada adiknya. Yang paling membuat saya sedih dan takut, kakak berani main tangan pada adiknya. Padahal tadinya dia anak manis, rajin sholat, sekarang jarang banget sholat. Kalau punya keinginan, harus dipenuhi, kalau tidak, dia akan marah dan adiknya sering jadi sasaran, karena menurutnya saya lebih sayang pada adiknya.
Kalau saya evaluasi, perubahan itu bermula saat saya sibuk merawat ayahnya, anak-anak diawasi neneknya di rumah. Menurut ibu saya, anak saya sering mengajak teman-temannya ke rumah, tingkah laku mereka kurang disukai ibu, sering menggunakan motor tanpa izin saya, motor kami ada tiga, dan sering dipinjamkan ke teman-temannya.
Saya bingung, Umi, bagaimana cara menghadapinya.
Ibu Mala
***
Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarokatuh.
Semoga Ibu Mala diberi kesabaran tanpa batas dalam menunaikan amanah mendidik anak-anak.
Saya memahami, bagaimana berat dan sedihnya Ibu dalam kesendirian menunaikan amanah, tetapi yakinlah, bahwa Allah tidak akan memberi beban melampaui batas kemampuan hamba-Nya.
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya..." (QS. Al-Baqoroh : 286)Dengan keyakinan ini, kita optimis bahwa permasalahan ini akan terlewati, solusinya sudah ada, tinggal ikhtiar kita menemukannya, dengan izin Allah.
Tenang dalam menghadapi masalah, merupakan setengah dari solusi yang kita cari. Saat tenang, fikiran kita terbuka melihat banyak peluang.
Baik, kita urai satu persatu.
Ananda kelas 9, kira-kira usianya 14-15 tahun. Usia remaja yang sedang mencari jati diri, kadang bingung dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi, yang sebagian tidak dipahaminya.
Sebagai anak tertua, laki-laki, ananda mungkin merasa bertanggung jawab menggantikan ayahnya, tapi di sisi lain dia merasa belum punya kemampuan. Dorongan keremajaannya ingin selalu bersama dengan teman seusianya, yang bebas berekspresi tanpa beban tanggung jawab, semua yang dibutuhkan ditanggung orang tuanya.
Ananda butuh seseorang untuk mendengarkannya bicara, tapi dia bingung mau mengungkapkannya pada siapa. Di sini, ibu punya kesempatan untuk mengisi peluang ini, menjadi pendengar yang baik untuknya. Memang tidak mudah, apalagi dengan apa yang sudah dilakukannya selama ini. Yang dapat Ibu lakukan untuk mengambil hatinya, bersikap yang sesuai harapannya, minimal tidak menunjukkan sikap marah terhadap sikap-sikapnya. Kuncinya, jangan fokus pada kesalahan-kesalahannya, tapi pada kelebihan dan kebaikan yang sudah dilakukannya. Yakinlah, banyak hal baik yang ada pada diri ananda, yang sekarang sedang tertutup dengan sikap yang kurang menyenangkan orang sekitarnya.
Anak adalah manusia yang berhati, dan pembolak-balik hati adalah Allah. Jangan kendor berdoa, agar dilembutkan hatinya, dengan hati yang lembut, sikapnya juga akan lebih lembut dan mudah menerima nasihat.
Kalau sekiranya butuh bantuan orang lain, jangan segan minta tolong saudara, teman atau psikholog untuk membantu berkomunikasi dan mengurai masalahnya.
Semoga Ibu bisa melewati masa-masa sulit ini dengan sukses, penuh kesabaran dan lebih dekat pada Allah, aamiin.
No comments:
Post a Comment